Pagi hari ini sangat cerah, awan yang berwarna putih dengan latar langit biru serta matahari pagi memancarkan cahayanya.
Seluruh mahasiswa dan mahasiswi ramai mendatangi auditorium utama, tempat dimana festival film Yonsei University ke 23 akan dilaksanakan. event ini termasuk yang terbesar dan digadang-gadang akan sangat meriah. Tidak ada yang ingin melewatkan kesempatan walaupun hanya menonton video dan film pendek dari salah satu UKM kebanggaan Yonsei.
"Semuanya standby ya." Namjoon berbicara pada earphone yang terhubung pada masing-masing anggota YUBC.
"Soobin, Yeonjun keadaan tiketing gimana? aman?"
"ini udah mulai rame sih, tapi sejauh ini aman, bang." sahut Yeonjun.
"tetap jaga antriannya agar tidak berantakan ya."
"siap bang"
Suno dan Jungwon juga terlihat sibuk menghitung dan memeriksa ulang kapasitas kursi yang akan digunakan agar menyesuaikan dengan jumlah tiket yang disediakan.
"gimana? kursinya aman?"
Suno menoleh ke arah Namjoon, “aman bang!"
Namjoon mengalihkan pandangannya ke arah Hoseok yang bertanggung jawab atas kamera untuk merekam dari arah depan panggung.
"Hoseok, ga ada yang menghalangi kamera, kan?" tanya Namjoon.
Hoseok menoleh, "tenang aja, aman." ucapnya seraya memberikan ibu jari, isyarat bahwa semuanya berjalan lancar.
Tiba-tiba ponsel Namjoon bergetar, pesan dari sang ibu.
Namjoon tersenyum lega saat mengetahui keadaan ibunya yang selamat sampai tujuan. ada rasa ragu, Kali ini Namjoon tidak mau menyesal untuk yang kedua kalinya.
'Aku akan merindukan ibu'
Akhirnya Namjoon berhasil mengirimkan pesan balasan dengan kalimat yang sangat jarang ia ucapkan kepada sang ibu.
"bang Namjoon, udah semakin penuh antrian di depan nih. kapan pintunya dibuka?" Suara Soobin menginterupsi,
Namjoon menatap pintu utama auditorium. Ia menarik nafas sejenak, berdoa semoga acaranya ini akan berjalan dengan lancar dan aman.
"buka pintunya sekarang."
Seokjin menarik nafas dalam, ia mulai gugup sekarang.
Tangannya setia memegang satu lembar cue card yang berisi urutan acara hari ini, membaca lagi lalu mengingat kembali dan itu di lakukan berkali-kali padahal ia sendiripun sudah hapal diluar kepala dengan isinya. Tapi karena gugup jadi ia melakukannya lagi.
Ponselnya berbunyi, pesan dari teman-temannya yang memberikan dukungan.
Seokjin tersenyum, sekarang lebih baik. kata-kata semangat dari mereka membuat perasaannya tenang. Saat kemarin ia memutuskan untuk mengambil posisi ini, dirinya sudah yakin. sangat yakin. mereka akan disini, melihat dirinya yang sudah bisa melawan rasa takut itu.
Seokjin mungkin sekarang gugup, tapi itu tidak akan membuatnya kembali menjadi takut. karena ia yakin, para sahabatnya pasti akan selalu disisinya.
"hei,"
Seokjin menoleh lalu tersenyum melihat Namjoon yang mulai mendekat kearahnya. keduanya kini sedang di area belakang panggung, menunggu waktu untuk dirinya naik.
Namjoon menatap bola mata Seokjin yang berbinar, ia tahu dibalik tatapan itu pasti Seokjin sangatlah gugup.
Kedua tangan Seokjin digenggam oleh Namjoon, menghantarkan perasaan yang menenangkan.
"banyak orang yang datang. kamu yakin bisa melakukannya sendirian?" tanya Namjoon dengan nada yang sangat lembut.
Seokjin mengangguk, "gapapa, aku yakin kamu akan selalu di belakangku. jika terjadi sesuatu... seperti hari itu, kamu pasti akan datang dan memegang tanganku, kan?"
Namjoon tersenyum hangat, membawa tangan Seokjin yang digenggamnya untuk dikecup. lalu setelah nya membawa tubuh Seokjin untuk dipeluk, mengecup sayang belakang kepalanya.
Seokjin membalas, ini adalah afeksi Namjoon yang paling terbaik menurutnya. rasa gugup itu semakin lama semakin berkurang, ia semakin yakin bisa melakukannya.
Namjoon melepaskan pelukannya.
"aku akan berada di bagian depan. aku akan berada di tempat yang selalu bisa kamu lihat."
"jangan khawatir."
Lantas Seokjin mengangguk paham.
"Semuanya, bersiap." Namjoon kembali menggunakan earphonenya dan mulai berbicara dengan anggota yang lain.
"oke!"
Seketika lampu panggung mulai menyorot bagian tengah.
Panitia sudah bersiap di posisi masing-masing. Suara riuh tepuk tangan dari penonton membuat jantung Seokjin berpacu lebih cepat.
"ayo masuk, Seokjin."
Dan inilah saatnya.
Kalau di pikir-pikir momen yang kami jalani sekarang sama seperti siaran langsung. Tidak ada berhenti ataupun mundur, yang ada hanyalah siaran yang terus berjalan maju.
Tidak ada untungnya untuk terus mengingat masalalu, karna hidup akan terus berlanjut.
Aku lebih memilih orang-orang yang kusayangi daripada persepsi orang lain tentangku. Dan sekarang aku akan menunjukkan jati diriku yang sebenarnya tanpa berpura-pura.
Memang sulit dan aku juga tidak pandai saat aku jujur tentang perasaanku, tapi itulah yang membuat kami menjadi lebih dekat.
Dan, pada saat semuanya bersatu. Maka kisah kami yang paling bersinar seperti lampu sorot yang selalu menyoroti figur si pemeran utama.